Kabar duka cita atas meninggalnya Eddie Lembong Kabar duka mengawali bulan November 2017. Tanggal 1 November kemarin, Eddie Lembong berpulang kepada sang pencipta. Beliau berpulang dalam damai di RS Graha Kedoya, setelah menjalani perawatan intensif di Singapura. Masih jelas dalam ingatan, saat aku terakhir bertemu dengan beliau di acara seminar dan peluncuran buku "Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi bagi Pembangunan Bangsa" di kampus Unika Atmajaya, Semanggi, Februari 2017. Dalam acara itu, Eddie Lembong mengatakan bahwa beliau menginginkan sebuah everlasting legacy sebelum beliau me ninggalkan dunia ini. Buku ini dipersiapkan Eddie Lembong sebagai kado ulang tahun ke-70 Republik Indonesia. "Bagi saya pribadi, tidak lama lagi matahari akan terbenam, maka izinkan saya persembahkan buku Tionghoa dalam Keindonesiaan: Peran dan Kontribusi bagi Pembangunan Bangsa ini sebagai kado bagi Ibu Pertiwi, yang saya cintai dengan sepenuh h
Cabai. Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Awal tahun ini, Indonesia diguncang oleh meroketnya harga cabai di pasaran, yang menembus angka dua ratus ribu per kilogramnya. Ini merupakan harga cabai termahal dalam sejarah Indonesia. Walau demikian, permintaan akan cabai tetap tinggi, seolah cabai harus tetap dikonsumsi berapa pun harganya. Fenomena ini membuatku berpikir kenapa orang Indonesia begitu fanatik dengan cabai? Padahal tanaman cabai sendiri baru tiba dan dikonsumsi oleh penduduk nusantara di abad ke-16, sa at orang Spanyol dan Portugis membawa cabai dan tomat dari Amerika Latin. Dalam buku seri Tempo Antropologi Kuliner Nusantara , disebutkan bahwa kedatangan cabai tidak bisa dilepaskan dari perebutan pengaruh politik di jalur perdagangan rempah-rempah kala itu. Pada 1563, Sultan Khairun dari Ternate bermaksud menguasai Sulawesi Utara dan mengislamkan penduduknya. Rencana Sultan dengan mengirim anak buahnya, Babullah, ini diketahui Portugis dan m
Kejutan dari teman-teman sekantor Bila 1 April bagi kebanyakan orang dirayakan sebagai hari berbohong sedunia alias April Mop, bagiku tidak demikian. Aku memaknai 1 April sebagai hari yang istimewa, karena tepat di hari itu, aku mengambil sebuah keputusan penting yang membuat hidupku tidak lagi sama. 1 April 2013, aku mengawali pertualanganku di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau yang lebih familiar disebut Komnas Perempuan sebagai anak magang. Setelahnya, secara berturut-turut, aku menjadi relawan, staf dan sekarang menjadi Asisten Kampanye Divisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan. 3 tahun sudah sejak hari itu dan rasanya masih istimewa. Ibarat minum bir, ini gelas ketiga, belum mabuk, masih waras dan masih haus akan gelas-gelas berikutnya. Sebagai hadiah istimewa di hari jadian ketiga ini, aku mau menulis tentang kehidupan di Komnas Perempuan, biar pada enggak penasaran gimana sih rasanya kerja di lembaga ini. Aku sering ditanya orang, sebenarn
kritik : nama emailnya ditaro dibawah slogannya aja po, biar lebih rapi :p
BalasHapusatau gak nama emailnya dikurangin opacity-in :p
kalo soal konsep, udah bagus kok :D